ETIKA DAN
PERLAKUAN TERHADAP KONSUMEN
A.
PENDAHULUAN
Tidak terbantahkan bahwa bisnis merupakan salah satu
aktivitas kehidupan manusia dan bahkan telah merasuki semua sendi kehidupan masyarakat
modern. Dengan fenomena ini mustahil orang terlepas dari pengaruh bisnis dan
sebagai konsekuensinya, masyarakat adalah konsumen yang menjadi sasaran para
produsen dimana-mana. Karena itu sangatlah logis jika dikatakan bahwa bisnis
adalah bagian integral dari masyarakat dimanapun mereka berada dan akan
mempengaruhi kehidupan mereka, baik secara positif maupun negatif.
Berdasarkan
kenyataan diatas,dari perspektif etis,segala aktivitas bisnis dituntut untuk
menawarkan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia,dalam arti,tidak menawarkan
sesuatu yang merugikan hanya demi meraih keuntungan sepihak.Para pelaku bisnis
bisa saja berasumsi bahwasanya bisnis merupakan aktivitas netral,dimana mereka
terpanggil untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Mereka beranggapan bahwa
aktivitasnya hanya untuk memenuhi permintaan masyarakat tanpa mempertimbangkan
apakah barang atau jasa yang diproduksi dan dipasarkan merugikan,atau
berpotensi merugikan konsumen. Sikap netral memang merupakan salah satu prinsip
yang harus dipegang oleh para produsen,namun mereka tidak dibenarkan untuk
mendikte apalagi memaksa konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi produk yang
dihasilkan.
Namun dalam kenyataan tidaklah demikian. Berbagai fakta menunjukkan
bahwa dalam hal justru produsen itulah
yang menciptakan kebutuhan bagi masyarakat dan bukan sekedar melayani kebutuhan
yang sudah ada. Bertolak belakang dengan kenyataan itu, dengan sendirinya
dibutuhkan adanya perangkat legal politis untuk menentukan aturan main yang
bisa melindungi kepentingan masyarakat atau konsumen. Dalam hal ini dibutuhkan
aturan perundang-undangan yang meletakkan batasan-batasan minimal yang
berfungsi untuk memandu, sekaligus mengatur kegiatan bisnis dalam kaitan dengan
kepentingan masyarakat luas. Hal ini dapat diwujudkan melalui undang-undang
periklanan, undang-undang keamanan dan kesehatan produk, undang-undang yang
mengatur mengenai mutu produk dan lain sebagainya.
Tampaknya, respon Islam untuk menyelesaikan problem rumit itu dalam
kaitan dengan perlindungan dan perlakuan terhadap konsumen sangat berbeda dari
respon ekonomi pasar atau ekonomi “komando”. Dalam ajaran Islam, pelaksanaan
perekonomian sepenuhnya berdasarkan ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an,
sunnaturasul, dan ajaran yang dilaksanakan para sahabat. Di dalamnya
diterangkan mengenai prinsip-prinsip keseimbangan dan toleransi yang salah
satunya membahas masalah perlindungan terhadap konsumen. Dengan adanya
perlindungan maka diharapkan kehidupan masyarakat akan lebih baik, aman, dan
terhindar dari tindakan yang merugikan mereka. Tentu saja hal ini tidak
terlepas dari adanya kesadaran produsen sehingga kedua belah pihak yaitu
produsen dan konsumen tidak saling dirugikan.
B.
PENGERTIAN KONSUMEN
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, konsumen didefinisikan sebagia “ Setiap orang
pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan
diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk yang lain dan tidak untuk
diperdagangkan”.
Tampaknya defenisi ini mengandung
kelemahan karena banyak hal yang tidak tercakup sebagai konsumen, padahal
seharusnya ia juga dilindungi, seperti badan hukum, badan usaha, barang yang
tidak ditawarkan dalam masyarakat dan adanya batasan-batasan yang samar
Pendapat lain merumuskan, bahwa konsumen adalah setiap
individu atau kelompok yang menjadi pembeli atau pemakai akhir dari kepemilikan
khusus, produk, atau pelayanan dan kegiatan,tanpa memperhatikan apakah ia
berasal dari pedagang,pemasok,produsen pribadi atau publik, atau apakah ia
berbuat sendiri ataukah secara kolektif
Dalam islam tampaknya belum dikonkretkan defenitif,
siapakah sebenarnya konsumen itu? Mengutip pendapat M. Abdul Mannan secara
sempit menyinggung bahwa konsumen dalam suatu masyarakat islam hanya dituntun
secara ketat dengan sederetan larangan (yakni: makan daging babi,minum minuman
keras,mengenakan pakaian sutera dan cincin emas untuk pria, dan seterusnya)
Apa yang dikemukakan Mannan di atas jelas bukanlah sebuah rumusan pengertian dari sebuah
defenisi konsumen. Tetapi hanya menggambarkan secara sederhana mengenai
perilaku yang harus dipatuhi oleh seorang konsumen muslim. Oleh karena itu
sebagai gambaran, yang dimaksud konsumen menurut penulis adalah “Setiap orang
atau badan pengguna produk, baik berupa barang maupun jasa dengan berpegang
teguh pada ketentuan-ketentuan yang berlaku”.
Bagi konsumen muslim dalam mengonsumsi sebuah produk
bagaimanapun harus yang halal dan baik. Karena itu disinilah arti pentingnya
produsen melindungi kepentingan konsumen sesuai dengan nilai etis yang
bersumber dari ajaran keyakinan yang mereka anut tanpa mengabaikan aturan
perundangan yang berlaku.
C.
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
1.
Hak Konsumen ( Pasal 4)
a.
Hak atas kenyamanan,keamanan dan keselamtan dalam mengkonsumsi barang atau
jasa
b.
Hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar kondisi serta jaminan yang dijanjikan
c.
Hak atas informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan
barang dan jasa
d.
Hak untuk didengarkan pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang
digunakan
e.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan secara patut
f.
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
g.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
h.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan penggantian apabila barang
dan jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya
i.
Hak-hak yang di atur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.
2.
Kewajiban Konsumen
a.
Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan jasa
b.
Beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan jasa
c.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
d.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
Dengan terbitnya undang-undang
tersebut maka diharapkan kepada para pelaku bisnis untuk melakukan peningkatan
dan pelayanan sehingga konsumen tidak merasa dirugikan. Yang penting dalam hal
ini adalah bagimana sikap produsen agar memberian hak-ahak konsumen yang
seyogianya pantas diperoleh. Di samping juga agar konsumen juga menyadari apa
yang menjadi kewajibannya. Di sini
dimaksudkan agar kedua belah pihak saling memperhatikan hak dan kewajiban
masing-masing.
Apa yang menjadi hak konsumen
merupakan kewajiban bagi produsen. Sebaliknya yang menjadi kewajiban bagi
konsumen merupakan hak bagi produsen. Dengan saling menghormati apa yang
menjadi hak maupun kewajiban
masing-masing, maka akan terjadilah keseimbangan sebagaimana yang diajarkan
dalam ekonomi islam. Dengan prinsip keseimbangan akan menyadarkan kepada setiap
pelaku bisnis agar segala aktivitasnya tidak hanya mementingkan dirinya
sendiri, namun juga harus memperhatikan kepentingan orang lain.
Apa yang tertuang dalam undang-undang diatas secara
eksplisit dan substansial sebenarnya sama dengan ajaran etika islam. Hak atas
kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa
misalnya, dimaksudkan agar konumen muslim dalam memakan dan memakai setiap
produk benar-benar aman kesehatannya dan aman agamanya. Dalam hal ini dituntut
agar setiap produk aman bahan bakunya,benar prosesnya dan halal zatnya sehingga
dengan demikian bisa menjawab pertanyaan Mannan sebagaimana dikutip sebelum
ini, yakni untuk siapakah barang dan jasa dihasilkan, barang dan jasa apa yang
akan dihasilkan, dan bagaimana cara menghasilkannya? Mampu menjawab dan mempraktekan
pertanyaan-pertanyaan ini maka berarti para pelaku bisnis telah melindungi
kepentingan konsumen sesuai yang diinginkan dalam etika bisnis islam.
Selanjutnya hak untuk memilih barang yang didalam islam
dikenal dengan istilah khiyar, disini dimaksudkan agar konsumen diberi
kebebasan mendapatkan barang atau jasa sesuai dengan selera ( keinginannya).
Selain itu juga perlu mendapat kualitas barang sesuai dengan harga yang ditetapkan
dan disepakati. Perlu dihindari adanya penipuan oleh pelaku bisnis terhadap
konsumen karena bisa jadi barang yang telah diperoleh tidak sesuai dengan harga
yang dibayar. Pelaku bisnis bisa saja
mempermainkan harga dengan jalan menaikannya dari harga normal. Justru karena
itu Nabi saw dalam sebuah hadisnya secara umum telah melarang mempermainkan
harga. “Barang siapa yang melakukan sesuatu untuk mempengaruhi harga-harga barang
kaum muslimin dengan tujuan untuk menaikkan harga tersebut, maka sudah menjadi
hak Allah untuk menempatkannya di ‘Uzm (tempat besar) dalam neraka pada hari
kiamat (HR Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)
Semua itu sangat tergantung kepada keadilan, kejujuran
dan keterbukaan para pelaku bisnis (produsen). Karena tidak adanya kebebasan
konsumen dalam memilih suatu barang akibat mekanisme pasar yang monopolistik,
maka Rasulullah SAW dennga tegas telah melarang praktik monopoli, karena ia
juga sebagai pemicu dari tidak seimbangnya nilai tukar dalam jual beli. Dengan
demikian, dapat diprediksi banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya harga
yang tidak normal di masyarakat. Diantaranya : a) permainan harga yang
disebabkan oleh praktik monopoli dan persaingan tidak sehat (al-khtikar), b)
penyalahgunaan kelemahan konsumen
seperti karena keluguannya-istirsal, karena tidak terpelajar, atau
karena keadaan konsumen yang sedang terdesak untuk memenuhi kebutuhannya-dharurah,
dan c) karena penipuan dan informasi yang tidak akurat/informatif-ghurur.
Untuk mengantisipasi permainan harga yang tidak wajar
dalam pasar, fiqh Islam telah menawarkan beberapa solusi, antara lain larangan
praktik ribawi, larangan monopoli dan persaingan tidak sehat, pemberlakuan al-tas’ir
(Fixing price), pemberlakuan khiyar al-gubhn al-fahisy
(perbedaaan nilai tukar menyolok), pemberlakuan al-khiyar mustarsil (karena
tidak tahu harga sehingga ia membeli atas kepercayaan pada pedagang), larangan
jual beli an-najasy, larangan jual beli talaqi rukban dan jual
beli al-hadhir li bad.
Demikian juga dalam hubungan dengan hak mendapat advokasi
jika sekiranya terjadi sengketa, pada prinsipnya Islam mengedepankan adanya
perdamaian (al-shulhu). Tetapi jika sekiranya tidak ditemukan jalan
keluarnya maka cara penyelesaiannya perlu melalui arbitrase (al-tahkim)
hanya saja pada umumnya yang dimenangkan adalah pihak konsumen sehingga
disinilah perlu diciptakan dewan pengawas yang dikenal dengan sebutan al-hisbah
di neggara Islam. Dewan ini bisa saja ikut membela hak-hak konsumen agar
terhindar dari arogansi pelaku bisnis. Di Indonesia tugas penyelesaian kasus
semacam ini antara lain bisa melalui badan peradilan niaga.
Selain itu jika sekiranya konsumen melakukan
klaim karena merasa dirugikan karena ternyata barang yang diterima mengandung
cacat dengan maksud untuk mendapat ganti rugi. Apabila suatu barang telah rusak
ditangan pembeli, kemudian ia mengetahui bahwa terdapat cacat pada barang
tersebut, maka jika bersandar pada pendapat al-Khatib al-Syarbainiy, pembeli
berhak menuntut kerugia senilai cacat yang terjadi, dengan cara perhitungan
nilai apabila barang tersebut sempurna. Sedangkan patokan harga diambil dari
harga terendah pada hari terjadi transaksi.
Ibnu ‘Abidin menyatakan bahwa patokan harga sesuai dengan waktu dan tempat
transaksi, namun apabila mata uang yang berlaku ketika akad tidak berlaku lagi
pada saat ganti rugi, maka yang dituntut nilainya (al-qimah) bukan
barang semisal (al-mitsl).
Jika sekiranya pelaku bisnis tidak mau tahu
(membangkang) atas kerugian yang diderita konsumen, padahal sudah jelas
terbukti, maka menurut Ibnu Taymiyah perlu diberlakukan hukum hudud Allah
dan hak-hak publik (huquqq Allah).
Secara hukum dan moral bagaimanapun seseorang tidak boleh merampas sekecil
apapun hak orang lain, dalam arti ia harus mengganti kerugian itu kepada yang
berhak. Bagi yang mempunyai kesadaran etis tentu saja ia tidak akan menunggu
sampai diberlakukannya hukum hudud. Dengan kesadaran etisnya ia akan
mengganti kerugian itu kepada siapapun yang berhak, dalam hal ini adalah
konsumen.
D. PRINSIP KONSUMSI DALAM ISLAM: MEMADUKAN YANG
MATERIAL DAN SPIRITUAL
Konsumsi adalah permintaan, sedangkan produksi
adalah penyediaan perbedaan antara ekonomi islam dan ekonomi modern itu
terletak pada cara pendekatanya dalam
memenuhi kebutuhan seseorang.islam tidak mengakui keinginan materialitis
sebagaimana pola konsumsi modern. Harga diri seseorang tidak lagi diukur dari
aspek fisik, spiritual, tetapi dari apa yang nampak secara fisik, yang antara lain bisa berupa seberapa banyak
kendaraan yang di miliki, bagaimana kualitas baju yang dipakai, seberapa banyak
uang yang di tabung dan masih banyak lagi. Inilah fenomena yang sangat menonjol
di era modern dewasa ini yang menjadikan kebendaan (harta) sebagai parameter
status sosial seseorang.
Pandangan terhadapa penjelasan diatas itu sangat berda
dengan konsepsi nilai islam. Etika islam berusaha mengurangi kebutuhan material
manusia yang hampir tanpa batas , untuk
bisa menghasilkan energi dalam mengejar cita-cita spiritualnya.
Perkembangan batiniah telah dijadikan cita – cita tertingi dan mulia dalam
hidup. Sekalipun diakui bahwa maniusia
butuh materi sebagai pemuas kebutuhan fisikip-biologisnya, namun bagaimanapun
kebutuhan spiritual teteap harus dikedepankan. Sikap semacam ini tentu saja
akan berpengaruh pada bagaimana cara seseorang konsumen mengkonsumsi sebuah
produk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini islam telah menetapkan
prinsip – prinsip konsumen selaku peningkatan produksi.
Ada lima prinsip konsumsi dalam islam
sebagaimana yang dikemukakan M. Abdul Mannan sebagai berikut
1.
Prinsip Keadilan
Prinsip
ini mengandung arti yang mendasar sekali yang membahas tentang mencari rezeki,
seseorang harus mencari rezeki dengan cara halal dan tidak melanggar hukum,sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ wur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4
¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B
“Hai sekalian manusia, makanlah yang
halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu.”(QS. Al-Baqarah:168)
Kata “Halal” maksudnya adalah bagaimana cara
memperolehnya itu harus sah tidak melanggar hukum memperhatikan prinsip
keadilah, maka harta yang diperoleh dan dimakan tidak lebih dari bangkai yang
haram dimakan. Alangkah bahagianya dan mulianya bila mengedepankan prinsip
keadilan, baik dalam mencari rezeki juga mengkonsumsinya. Karena kemuliaan itu
tidak hanya dihadapan sesama manusia,bahkan lebih jauh dari itu,yakni kemuliaan
di hadapan Allah
2.
Prinsip
Kebersihan
Prinsip pertama
mengenai halal,, dan prinsip kedua yaitu menekankan adanya kebersihan. Bersih yang dimaksud disini dalam arti lahir(Fisik). Faktor kebersihan memang sangat diutamakan dalam islam . sampai
pentingnya kita dituntut untuk memperhatikan kebersihan, dalam islam
kebersihan dikaitkan dengna keimanan, karena itu arahan al-Qur’an dan Sunnah
yang berkaitan dengan makanan hendaknya harus yang baik dan cocok untuk di
makan, tidak kotor juga menjijikan
sehingga tidak menghilangkan selera makan. Nabi Saw menyatakan bahwa kebersihan
dalam segala hal adalah sebagian dari iman. Selain itu Rasulullah saw
mengatakan “ Makanan diberkahi jika kita mencuci tangan sebelum dan sesudah memakannnya”(HR.
Tirmizi).
3.
Prinsip
Kesederhanaan
Prinsip ketiga
yang menekankan agar dalam mengkonsumsi makanan dan minuman manusia tidak
berlebih-lebihan,sesuai dalam firman-Nya:
ûÓÍ_t6»t tPy#uä (#räè{ ö/ä3tGt^Î yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uõ°$#ur wur (#þqèùÎô£è@ 4
¼çm¯RÎ) w =Ïtä tûüÏùÎô£ßJø9$#
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan.”
“Israf”(berlebihan) merupakan symbol keserakahan di segala hal di
dunia ini. Berlebihan dalam apapun, dia berada dalam titik ekstrim yang
menimbulkan kesenjangan dalam kehidupan. Berlebihan dalam makan berarti
seseorang itu dikendalikan oleh nafsu perut. Bila berkelanjutan, nafsu itu akan merambat pada nafsu ingin berkuasa, karena dengan kekuasaan seseorang akan berlimpah
fasilitas. Dengan fasilitas yang berlebihan seseorang akan mudah mengumpulkan harta
yang bisa memfasilitasi keinginan nafsu perut dan seksualnya. Jika nafsu
menguasai pelaku bisnis (produsen) bukanlah
mustahil ia akan memperlakukan konsumen hanya untuk mengeruk keuntungan
sendiri.
4.
Prinsip
Kemurahan Hati
Dengan mentaati perintah Islam,maka tidak akan
ada bahaya maupun dosa dalam mengkonsumsi makanan dan minuman halal yang
dikaruniakan Tuhan karena kemurahan-Nya.
$yJ¯RÎ) tP§ym ãNà6øn=tæ sptGøyJø9$# tP¤$!$#ur zNóss9ur ÍÌYÏø9$# !$tBur ¨@Ïdé& ¾ÏmÎ/ ÎötóÏ9 «!$# (
Ç`yJsù §äÜôÊ$# uöxî 8ø$t/ wur 7$tã Ixsù zNøOÎ) Ïmøn=tã 4
¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî íOÏm§ ÇÊÐÌÈ
“Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai,darah,daging babi,dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain nama Allah.
Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya), sedang ia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.”( QS.Al-Baqarah:173)
Pada hakikatnya semua
rezeki yang kita konsumsi adalah anugerah Allah. Apa yang kita konsumsi pada
hakikatnya adalah milik Allah yang diamanatkan kepada manusia dimuka bumi. Karena
itu sangatlah logis jika kita dalam memiliki dan mengkonsumsi harta tidak boleh
berlebihan, karena didalam apa yang kita miliki itu ada hak orang lain yang
harus ditunaikan. Hak-hak itu bisa berupa zakat, infak, dan shodaqoh
5.
Prinsip
Moralitas
Berakhlak dalam islam tidak hanya dialamatkan
kepada sesama manusia,tetapi juga kepada diri sendiri,alam sekitar, dan bahkan
terhadap Tuhan sekalipun. Apa yang kita makan dan minum yang diperoleh dengan cara yang halal
sama halnya dengan menghargai diri sendiri dan hormat kepada Tuhan. Dalam kita
mengkonsumsi dituntut agar selalu ingat kepadaNya, karena Islam menghendaki
perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual secara simultan.
E.
GERAKAN KONSUMEN:
ANTISIPASI TERHADAP DISTORSI MORAL
Untuk mengatasi dan mengantisipasi pengaruh kekuatan
produsen yang cenderung merugikan konsumen diperlukan keterlibatan pemerintah
sebagai pemegang hak otoritas dalam sebuah negara. Dalam hal ini pemerintah
bisa melakukan pengawasan dan pengaturan (regulasi) yang memaksa pelaku bisnis
untuk menghormati hak orang lain.Tetapi dalam praktiknya,hal ini tidak mudah
dilakukan sehingga pada akhirnya lahirlah gerakan dari kalangan masyarakat yang
disebut Gerakan Konsumen. Ini berarti, untuk melawan arogansi produsen belum
cukup dilakukan pemerintah semata,namun tampaknya harus juga diduung oleh
masyarakat secara umum.
Sebenarnya gerakan dan pengawasan pemerintah tidak
diperlukan lagi jika sekitarnya dalam dri para pelaku bisnis ada kesadaran
bahwa pengawasan Allah swt. Jauh lebih
teliti daripada pengawasan manusia.
Bersumber dari kesadaran inilah yang akan mengetuk hati para pelaku bisnis agar tidak bertindak
merugikan konsumen. Dengan kata lain,para produsen akan
memperlakukan konsumen secara adil,transparan,jujur dan lain sebagainya baru
akan berjalan dengan tulus jika dilandasi oleh kesadaran etis yang bernuansakan
nilai spiritual.
Selanjutnya ada
beberapa alasan lahirnya
gerakan konsumen sebagaimana dikemukakan A.Sonny Keraf seperti berikut:
1.
Banyak
produsen berhati emas dan punya kesadaran moral yang tinggi, namun hati dan
kesadaran moral itu sering dibungkam
oleh keinginan untuk mendapat keuntungan dalam waktu singkat untuk mendapatkan uang atau keuntungan dalam waktu
singkat tanpa mempedulikan hak konsumen.
2.
Banyak
Negara sedang
berkembang, termasuk Indonesia, para produsen lebih dlindungi oleh
pemerintah karena mereka dianggap punya jasa besar dalam menopang perekonomian
Negara. Akibatnya kepentingan mereka lebih diamankan pemerintah ketimbang kepantingan konsumen.
3.
Dalam
system sosial politik dimana kepastian hukum tidak jalan, pihak produsen akan dengan mudahnya membeli
kekuasaan untuk melindungi kepentingannya terhadap tuntutan konsumen. Kalaupaun konsumen menuntut,pihak produsen selalu merasa
diri diatas angin.
4.
Konsumen (individual khususnya),
merasa rugi kalau harus menuntut produsen dan karena itu ia selalu
berada dalam posisi yang lemah. Masih beruntung bahwa kini media massa benar –
benar digunakan sebagai kekuatan konsumen dimana keluhan mereka melalui rubrik surat pembaca
punya dampak efektif mempengaruhi produsen.
Menurut Keraf,salah satu syarat bagi terpenuhi
dan terjaminnya hak-hak konsumen adalah perlunya pasar dibuka dan dibebaskan
dari semua pelaku ekonomi,termasuk produsen dan konsumen. Pasar terbuka dan
bebas akan berfungsi semaksimal mungkin untuk menjamin kepentingan konsumen dan
juga kepentingan produsen.
Selain itu,
salah satu langkah yang sangat berpengaruh adalah Gerakan Konsumen. Gerakan ini
didasari karena adanya penggunaan kekuatan bisnis yang merugikan hak dan
kepentingan konsumen yang apabila tidak ditanggapi dalam bentuk sebuah”gerakan” akan semakin
merugikan konsumen.
Adapun pertimbangan – pertimbangna gerakan
ini di barat lahir karena:
1.
kebutuhan
akan informasi dan pedoman yang akurat tentang berbagai produk yang
beredar di masyarakat,
2.
kebutuhan
akan informasi dari produk jasa yang semakain terspesialisai untuk membantu
konsumen agar bisa mengambil keputusan mana yang benar – benar dibutuhkan oleh
mereka,
3.
adanya
pengaruh iklan yang seringkali
membuat konsumen kebingungan dan tidak jarang menipu atau merugikan
mereka,
4.
kurang
perhatiannya keamanan produk secara serius oleh produsen,
5.
kebutuhan
konsumen akan wadah konsultasi, advokasi, dan pelindungan untuk menuntut hak
dan kepentingannya sesuai dengan prinsip kontrak jual beli yang adil.
Dikatakan bahwa kehadiran lembaga ini ternyata mengalami
kesulitan salah satunya adalah masalah pendanaan bagi kelangsungan dan
pengoperasian lembaga.Sesungguhnya masalah ini bisa dicarikan solusi,jika
pemerintah memprioritaskan akan kehadirannya. Namun karena ini merupakan
lembaga swadaya masyarakat perhatian itu dirasa kurang dan bahkan sering kali
berseberangan dengan kebijakan pemerintah. Akhirnya lembaga ini terpaksa
menarik dana dari masyarakat,khusunya konsumen,karena jika dilihat dari
fungsinya lembaga ini melakukan penelitian dan mengumpulkan informasi yang
akurat. Hasilnya diharapkan dapat dikonsumsi oleh konsumen dengan konpensasi
kepada mereka diminta untuk membantu segala biaya yang dikeluarkan.
Akan tetapi dalam realitasnya,lembaga ini mengalami
masalah karena konsumen cenderung untuk tidak mau membayar harga informasi yang
sebenarnya sangat dibutuhkan oleh mereka. Hal ini disebabkan karena konsumen
pada dasarnya kurang memahami nilai dari sebuah informasi yang bisa melindungi
segala kepentingannya. Sekalipun dalam praktiknya menunjukkan demikian,
nampaknya lembaga konsumen masih terus berjuang untuk hadir ditengah masyarakat
sambil menunjukkan identitas dirinya sebagai lembaga sumber informasi yang
dipercaya dan dibutuhkan oleh konsumen.