KEBIJAKAN
MONETER ISLAM
A.
PENDAHULUAN
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah
untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang yang
beredar,dalam analisis ekonomi makro,memiliki pengaruh penting terhadap tingkat
output perekonomian,juga terhadap stabilitas harga-harga. Uang yang beredar
yang terlalu tinggi tanpa disertai kegiatan produksi yang seimbang akan
ditandai dengan naiknya tingkat harga-harga pada seluruh barang dalam
perekonomian atau dikenal dengan istilah inflasi.[1]
Sistem keuangan Islam sesungguhnya merupakan
pelengkap dan penyempurnaan sistem ekonomi Islam yang berlandaskan kepada
produksi dan perdagangan atau dikenal dengsn istilah sektor riil. Kegiatan yang
tinggi dalam bidang produksi dan perdagangan akan mempertinggi jumlah uang
beredar,sedangkan kegiatan ekonomi yang lesu akan berakibat rendah perputaran
jumlah uang yang beredar.
Dengan
kata lain permintaan terhadap uang akan lahir terutama pada motif transaksi dan
tindakan berjaga-jaga yang ditentukan pada umumnya oleh tingkat pendapatan uang
dan distribusinya. Makin merata distribusi pendapatan,makin besar permintaan
akan uang untuk tingkatan pendapatan agregat tertentu. Dalam perekonomian Islam,keseimbangan
antara aktivitas ekonomi riil dengan tinggi rendahnya uang yang beredar
senantiasa dijaga. Salah satu instrumen untuk menjaga adalah sistem perbankan Islami.[2]
B.
KEBIJAKAN MONETER TANPA BUNGA
Dalam
perekonomian Islam,sektor perbankan tidak mengenal instrumen suku bunga. Sistem
keuangan Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan dan kerugian (profit
and loss sharing),bukan kepada tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat
keuntungan dimuka. Besar kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh nasabah
perbankan Islam ditentukan oleh besar kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh bank dari kegiatan investasi dan
pembiayaan yang dilakukannya disektor riil. Jadi, dalam sistem keuangan Islam,hasil
dari investasi dan pembiayaan yang dilakukan bank disektor riil yang menentukan
besar kecilnya pembagian keuntungan disektor moneter. Artinya sektor moneter
memiliki ketergantungan pada sektor riil. Jika investasi dan produksi disektor
riil ini berjalan dengan lancar, maka return pada sektor moneter akan
meningkat. Sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa kondisi sektor moneter
merupakan cerminan kondisi sektor riil.
Dalam
perekonomian Islam, permintaan akan dana untuk investasi yang berorientasi
kepada modal sendiri, merupakan bagian dari permintaan transaksi total dan akan
bergantung pada kondisi perekonomian dan laju keuntungan yang diharapkan yang
tidak akan ditentukan di depan. Mengingat harapan terhadap keuntungan tidak
mengalami fluktuasi harian atau mingguan,permintaan agregat kebutuhan transaksi
akan cenderung lebih stabil. Stabilitas yang lebih besar dalam permintaan uang
untuk tujuan transaksi akan cenderung mendorong stabilitas yang lebih besar
bagi kecepatan peredaran uang dalam suatu fase daur bisnis dalam sebuah
perekonomian Islam dan dapat diperkirakan perilakunya secara lebih baik.[3]
Karena itu
varibel yang akan dipakai dalam suatu kebijakan moneter yang diformulasikan
dalam sebuah perekonomian Islam adalah cadangan uang (stock of money) daripada
suku bunga. Bank sentral Islam harus menjalankan kebijakan moneternya untuk
menghasilkan suatu pertumbuhan dalam sirkulasi uang yang mencukupi untuk
membiayai pertumbuhan potensi dalam output selama periode jangka menengah dan
panjang dalam kerangka harga-harga yang stabil dan sasaran-sasaran sosial
ekonomi islam lainnya. Tujuannya adalah menjamin bahwa ekspansi moneter tidak
bersifat “kurang mencukupi’ atau “berlebihan”,tetapi cukup untuk sepenuhnya
mengeksploitasi kapasitas perekonomian agar dapat mensuplai barang-barang dan
jasa bagi kesejahteraan yang berbasis luas. Laju pertumbuhan yang dituju harus
bersifat berkesinambungan,realistis,serta mencakup jangka menengah dan
panjang,dan tidak kurang realistis dan sukar diperkirakan.
Haruslah
disadari,untuk mewujudkan sasaran Islam,tidak saja harus melakukan reformasi
perekonomian dan masyarakat sejalan dengan garis-garis Islam,tetapi juga
memerlukan peran positif pemerintah dan semua kebijakan negara termasuk
fiskal,moneter,dan pendapatan,harus berjalan dengan seirama. Praktik-praktik
yang monopolistis harus dihilangkan dan setiap usaha harus dilakukan untuk
menghapuskan kekakuan struktural dan menggalakkan semua faktor yang mampu
menghasilkan peningkatan penawaran barang dan jasa[4].
Para ekonom
Islam telah menunjukkan bahwa sistem bagi hasil tidak hanya layak,tetapi juga
lebih efisien dibanding sistem berdasarkan bunga. Sistem berdasarkan bunga
tidak efisien sepanjang perusahaan produktif dimodali dengan kredit berbunga
yang para penyedia modalnya hanya mempertimbangkan kemampuan/kekayaan si
peminjam. Produktivitas perusahaan untuk memperoleh dana investasi bukanlah
pertimbangan utama. Sebaliknya, dalam sistem bebas bunga, bank dan penyedia
dana investasi hanya berdasarkan pada prospek produktivitas perusahaan karena
hasilnya,maupun pelunasan kembali modalnya yang akan bergantung pada hasil
perusahaan yang bersangkutan.[5]
Sistem bagi
hasil akan menjamin keadilan di tingkat
mikro dan di tingkat makro. Bila diperoleh keuntungan yang tinggi atas
penggunaan modal,maka wiraswastawan, bank sebagai perantara dan para penabung
sama-sama mendapatkan keuntungan yang tinggi pula berdasarkan nisbah bagi hasil
yang telah disepakati terlebih dahulu. Bila keuntungan rendah,masing-masing
pihak masih menerima bagiannya masing-masing. Jika rugi, si wiraswastawan tidak
diberi imbalan tetapi tidak perlu mengorbankan harta kekayaan sendiri, seperti
yang harus dilakukannya pada sistem yang berdasarkan bunga.[6]
C.
SUMBER-SUMBER EKSPANSI MONETER
Untuk menjamin bahwa pertumbuhan moneter “mencukupi” dan tidak
“berlebihan”,perlu memonitor secara hati-hati tiga sumber utama ekspansi
moneter. Dua diantaranya adalah domestik. Pertama, membiayai defisit
anggaran pemerintah dengan meminjam dari bank sentral. Kedua, ekspansi
deposito melalui penciptaan kredit pada bank-bank komersil. Ketiga, bersifat
eksternal, yaitu “menguangkan” surplus neraca pembayaran luar negeri.[7]
1.
Defisit Fiskal
Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengambil sumber-sumber riil
pada laju yang lebih cepat dari yang berkesinambungan pada tingkat harga yang
stabil, dapat menimbulkan peningkatan defisit fiskal dan mempercepat penawaran
uang sehingga menambah laju inflasi. Bahkan di negara-negara industri
utama,defisit fiskal yang besar telah menjadi sebab utama kegagalan memenuhi
target suplai uang. Hal ini cenderung menggeser beban perjuangan dalam
menghapuskan inflasi pada kebijakan moneter. Karena itu, kalau tidak ingin
kebijakan moneter menjadi kurang efektif,harus ada koordinasi antara kebijakan
moneter dan fiskal untuk merealisasikan tujuan-tujuan nasional.
Ini menggarisbawahi perlunya suatu kebijakan fiskal yang noninflasioner dan
realistis dinegara-negara muslim. Karena itu,suatu pemerintahan muslim yang
sungguh-sungguh komitmen kepada pencapaian sasaran ini harus melakukan suatu
kebijakan fiskal yang konsisten dengan sasarannya. Ini lebih penting karena
pasar-pasar uang di negara-negara muslim relatif terbelakang dan kebijakan
moneter tidak dapat berperan efektif dalam meregulasi suplai uan,seperti yang
dapat dilakukan dalam kebijakan fiskal.Ini tidak dengan sendirinya meniadakan
defisit fiskal, tetapi memaksakan batasan bahwa defisit diperbolehkan hanya sejauh
diperlukan untuk mencapai pertumbuhan jangka panjang yang berkesinambungan dan
kesejahteraan yang berbasis luas dalam kerangka harga-harga yang stabil.
2.
Penciptaan Kredit Bank Komersil
Deposito bank komersil merupakan bagian penting dari penawaran uang.
Sebagai kemudahan untuk analisis, deposito ini dapat dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, “deposito primer” yang menyediakan sistem perbankan dengan
basis uang (uang kontan dalam bank + deposito di bank sentral). Kedua, “deposito derivatif” yang dalam sebuah
sistem cadangan proporsional mewakili uang yang diciptakan oleh bank komersial
dalam perluasan kredit dan merupakan sumber utama ekspansi moneter dalam
perekonomian dengan kebiasaan perbankan yang sudah maju. Deposito deviratif akan
menimbulkan suatu peningkatan penawaran uang, seperti halnya mata uang yang
dikeluarkan oleh pemerintah atau bank sentral.
Karena ekspansi ini, persis seperti
defisit pemerintah, memiliki potensi inflasioner jika tidak ada pertumbuhan
pengganti dalam output, ekspansi dalam deposito deviratif harus diatur jika pertumbuhan moneter yang
diinginkan harus dicapai. Hal ini dapat direalisasikan dengan mengatur
ketersediaan uang basis bagi bank-bank komersil.
Untuk tujuan ini, ketiadaan bunga sebagai mekanisme pengatur akan berguna.
Sebenarnya, ia akan berguna karena akan menghapuskan efek yang menimbulkan
ketidakstabilan suku bunga yang berfluktuasi, akan menstabilkan permintaan
terhadap uang, dan secara substansial mengurangi amplitudo fluktuasi ekonomi.
3.
Surplus Neraca Pembayaran
Hanya sebagian kecil negara-negara muslim menikmati surplus neraca
pembayaran, sedangkan sebagian besar dari mereka mengalami defisit. Mereka yang
mengalami surplus, surplus itu tidak terjadi dalam sektor swasta dan tidak
menyebabkan suatu ekspansi otomatis dalam penawaran uang. Ia terjadi hanya
karena pemerintah menguangkan surplus dengan membelanjakannya secara domestik,
sedangkan defisit neraca pembayaran sektor swasta tidak menggantikan ini secara
memadai. Jika dalam suatu negara dengan suatu surplus, pengeluaran pemerintah
diatur menurut kapasitas ekonomi untuk menghasilkan penawaran riil, seharusnya
tidak ada inflasi yang dihasilkan secara internal sebagai akibat dari adanya
surplus neraca pembayaran.
D.
KESIMPULAN
Kebijakan moneter dalam islam adalah kebijakan
pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah
uang yang beredar,dalam analisis ekonomi makro Islam,memiliki pengaruh penting
terhadap tingkat output perekonomian,juga terhadap stabilitas harga-harga.
Dalam perekonomian Islam,keseimbangan antara aktivitas ekonomi riil dengan
tinggi rendahnya uang yang beredar senantiasa dijaga. Salah satu instrumen
untuk menjaga hal tersebut adalah sistem perbankan Islami. Yang mana dalam
sistem keuangan Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan dan kerugian (profit
and loss sharing),bukan kepada tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat
keuntungan dimuka.
Untuk menjamin bahwa pertumbuhan moneter
mencukupi dan tidak berlebihan,maka perlu memonitor secara hati-hati tiga sumber
utama ekspansi moneter yaitu defisit fiskal,penciptaan kredit bank konvensional,
dan surplus neraca pembayaran
DAFTAR PUSTAKA
Chapra M. Umer,
Sistem Moneter Islam, Jakarta: Gema Insani, 2000.
Lubis Ibrahim , Ekonomi Islam Suatu
Pengantar II, Jakarta: Kalam Mulia, 1995.
Nasution Mustafa Edwin dkk,Pengenalan Eksklusif
Ekonomi Islam, Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2007.
Nawawi Ismail ,
Ekonomi Islam Perspektif Teori,Sistem,dan Aspek Hukum, Surabaya: Putra
Media Nusantara, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar