Selasa, 26 Juni 2012

produksi islami


PRODUKSI ISLAMI


PENDAHULUAN
Produksi adalah sebuah proses yang telah terlahir dimuka bumi ini semenjak manusia menghuni planet ini. Produksi sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia dan bumi. Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam. Maka untuk menyatukan antara manusia dan alam ini,Allah telah menetapkan bahwa manusia berperan sebagai khalifah
Produksi merupakan  mata rantai konsumsi, yaitu menyediakan barang dan jasa yang merupakan kebutuhan konsumen. Produsen  sebagaimana konsumen, bertujuan untuk memperoleh  mashlahah  maksimum  melalui aktivitasnya. Jadi, produsen dalam perspektif ekonomi Islam bukanlah seorang pemburu laba maksimal melainkan pemburu mashlahah.  Ekspresi mashlahah dalam kegiatan produksi adalah keuntungan dan berkah sehingga produsen akan menentukan kombinasi antara berkah dan keuntungan yang memberikan mashlahah maksimal.
Produksi,distribusi, dan konsumsi sesungguhnya merupakan satu rangkaian kegiatan ekonomi yang tidak bisa dipisahkan.  Ketiganya memang saling mempengaruhi,namun harus diakui yakni produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan itu. Tidak akan ada distribusi tanpa produksi. Dari teori ekonomi makro kita memperoleh informasi, kemajuan ekonomi pada tingkat individu maupun bangsa lebih dapat diukur dengan tingkat produktivitasnya, dari pada kemewahan konsumtif mereka. Atau dengan kemampuan ekspornya ketimbang kemampuan impornya.
Dalam bab ini akan dibahas pengertian produksi, pentingnya produksi, tujuan produksi, faktor produksi, dan prinsip produksi. Dari hal tersebut diatas pemakalah mencoba membahasnya menurut pandangan Islam.
Pemakalah menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini,baik dari pembahasan maupun tata cara penulisan. Adapun kritik ataupun saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini sangat diharapkan dalam pembimbingan pembuatan makalah dan dalam karya tulis ilmiah yang sesuai dengan standar kelulusan.

A.                PENGERTIAN PRODUKSI
Produksi dalam bahasa arab adalah al-intaaj dari akar kata nataja,tetapi dalam istilah fiqih lebih dikenal dengan kata tahsil,yaitu mengandung arti penghasilan atau menghasilkan sesuatu. Begitupun dengan Ibnu Khaldun,menggunakan kata tahsil untuk produksi ketika ia membahas pembagian spesialisasi tenaga kerja.[1] Dalam kamus Bahasa Indonesia produksi berarti hasil atau penghasilan.[2]
Salah satu defenisi tentang produksi adalah aktivitas menciptakan manfaat dimasa kini dan mendatang.Disamping pengertian di atas,pengertian produksi juga merujuk kepada prosesnya yang mentransformasikan input menjadi output. Segala jenis input yang masuk dalam proses produksi untuk menghasilkan output produksi disebut faktor produksi.
Pemahaman produksi dalam Islam memiliki arti sebagai bentuk usaha keras dalam pengembangan faktor-faktor sumber produksi yang diperbolehkan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Qur’an surah Al-Maidah ayat 87. Islam menghargai seseorang yang mengolah bahan baku kemudian menyedekahkannya atau menjualnya sehingga manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya atau untuk meningkatkan ekonomi untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Pekerjaan seseorang yang sesuai keterampilan yang dimiliki, dikategorikan sebagai produksi, begitupun kesibukan untuk mengolah sumber penghasilan juga dapat dikatakan produksi.[3]
Produksi tidak hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada menjadi ada,tetapi menjadikan sesuatu dari unsur-unsur lama yaitu alam menjadi bermanfaat. Dari binatang ternak misalnya, orang dapat mengambil kulitnya untuk dijadikan pakaian dan barang jadi lainnya, dari susu binatang ternak dapat diperas dijadikan minuman susu segar ataupun susu bubuk untuk bayi. Manusia harus mengoptimalkan pikiran dan keahliannya untuk mengembangkan sumber-sumber investasi dan jenis-jenis usaha dala menjalankan apa yang telah disyari’atkan.

B.                 PENTINGNYA PRODUKSI
Dalam hadis Nabi berikut menganjurkan agar manusia dalam berproduksi selalu mengembangkan sumber daya alam secara efisien, bahkan seandainya tidak mampu mengembangkannya maka dianjurkan bekerja sama dengan yang lain.Muslim mengatakan, Nabi bersabda “Barang siapa yang mempunyai tanah maka tanamilah, jika tidak mampu maka supaya ditanami oleh saudaranya”
Produksi dapat meningkatkan kesejahteraan manusia dimuka bumi. Dalam ilmu ekonomi modern, kesejahteraan ekonomi diukur dengan uang, sedangkan dalam Islam kesejahteraan ekonomi terdiri dari bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya produksi dan keikutsertaan sejumlah orang dalam proses produksi.[4]
Nabi SAW memberi perhatian yang besar terhadap proses produksi dengan mengaitkannya terhadap ibadah,sebagaimana dalam hadits berikut: Nabi SAW bersabda “tidak ada seseorang yang menanam tanaman kecuali ditulis oleh Allah pahala sebanyak buah yag keluar dari tanamannya” (H.R. Ahmad). Dengan demikian kerja produktif bukan saja dianjurkan tetapi juga sebagai kewajiban religius. Kerja adalah milik semua orang dan hasilnya menjadi hak milik pribadi yang harus dilindungi dan mendapat imbalan pahala dari Allah.  Bahkan andaikan hasil tanamannya dimakan oleh burung, dihitung sedekah,yakni sebagai amal baik yang bermanfaat untuk makhluk Allah.[5]

C.                TUJUAN PRODUKSI
Tujuan produksi adalah menciptakan kemaslahatan atau kesejahteraan individu dan kesejahteraan kolektif (sosial). Setiap muslim harus bekerja secara maksimal dan optimal,sehingga tidak hanya dapat mencukupi dirinya sendiri tetapi harus dapat mencukupi kebutuhan anak dan keluarganya. Hasil yang dimakan oleh dirinya sendiri dan keluarganya oleh Allah dihitung sebagai sedekah,sekalipun itu sebagai kewajiban. Ini menunjukan betapa mulianya harga sebuah produksi apalagi jika sampai mempekerjakan karyawan yang banyak sehingga mereka dapat menghidupi keluarganya.
Menurut Chapra tujuan produksi adalah memenuhi kebutuhan pokok setiap individu dan menjamin setiap orang mempunyai standard hidup manusiawi, terhormat dan sesuai dengan martabat manusia sebagai khalifah. Tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut dapat menimbulkan masalah mendasar bagi manusia. Oleh sebab itu, setiap muslim juga harus berusaha meningkatkan pendapatan agar menjadi mustahiq yang dapat membantu kaum lemah melalui pembayaran zakat, infaq, sedeqah dan wakaf.[6] Dengan keyakinan akan peran dan kepemilikan absolut dari Allah Rabb semesta alam, maka konsep produksi di dalam ekonomi Islam tidak semata-mata bermotif maksimalisasi keuntungan dunia, tetapi lebih penting mencapai maksimalisasi keuntungan akhirat. Ayat 77 surah al-Qashash mengingatkan manusia untuk mencari kesejahteraan akhirat tanpa melupakan urusan dunia. Artinya, urusan dunia merupakan sarana untuk memperoleh kesejahteraan akhirat.[7]
Pada prinsipnya Islam juga lebih menekankan berproduks demi untuk memenuhi kebutuhan orang banyak, bukan hanya sekedar memenuhi segelintir orang yang memiliki uang, sehingga memiliki daya beli yang lebih baik. Karena itu bagi Islam produksi yang surplus dan berkembang baik secara kwantitatif maupun kwalitatif, tidak dengan sendirinya mengindikasikan kesejahteraan bagi masyarakat. Apalah arti produk yang menggunung jika hanya bisa didistribusikan untuk segelintir orang yang memiliki uang banyak.[8]

D.                FAKTOR PRODUKSI
1.                  Sumber Daya Alam
Faktor produksi pertama adalah sumber daya alam yang  tidak dapat dikuasai oleh manusia sepenuhnya,hanya dikuasai oleh Allah swt. Seseorang tidak dapat membuat sebidang tanah,membuat air, cahaya dan udara. Manusia hanya dapat mengubah atau membentuk segala pemberian allah swt menjadi barang (benda) atau menjadi uang,menjadi kapital dalam perekonomian.[9] Sumber daya alam yang disediakan untuk manusia begitu kaya, jika dikembangkan dengan pengetahuan dan teknologi yang baik maka kekayaan tidak akan terbatas.
Hal ini berbeda dengan teori ilmu ekonomi konvensional, bahwa sumber daya alam terbatas sedang kebutuhan manusia tidak terbatas. Islam memandang bahwa kebutuhan manusia terbatas. Sumber daya alam merupakan amanat Allah swt kepada manusia, sehingga pemanfaatannya harus dipertanggungjawabkan kelak, sehingga sorang muslim harus menggunakannya dalam kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

2.                  Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang diakui di setiap sistem ekonomi terlepas dari kecenderungan idiologi mereka. Kualitas dan kuantitas produksi sangat ditentukan oleh tenaga kerja. Dalam Islam tenaga kerja tidak boleh lepas dari moral atau etika. Seorang mukmin harus kuat, baik secara fisik maupun mental, sehingga perilakunya tidak merugikan orang lain.
Adapun hak tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi adalah mendapatkan upah. Allah swt mengancam tidak akan memberi perlindungan di hari kiamat pada orang yang tidak memberikan upah kepada pekerjanya. Nabi bersabda “ Allah berfirman bahwa 3 orang yang menjadi musuhku dihari kiamat, yaitu seseorang yang memberi atas namaku tapi kemudian menghianatinya, seseorang yang menjual orang yang merdeka kemudian makan hasilnya, seseorang yang mempekerjakan orang lain dan dia pun melaksanakannya tetapi ia tidak memberinya gaji” (HR.Bukhari).
Hadits Nabi berikut dapat dijadikan acuan dalam penentuan upah pekerja “Berilah upah pekerjamu sebelum kering keringatnya”. Dari hadis ini dapat dipahami bahwa kalori pekerja sebagai pengganti dari energi yang dikeluarkan, dapat dijadikan ukuran dalam penetapan upah. Selain itu juga harus mempertimbangkan bagaimana pekerja memberi kontribusi pada produksi. Pada prinsipna dalam pemberian upah tidak mendzalimi pekerja, dengan cara melihat manfaat yang diberikan. An-Nabhani mendasarkan pemberian upah kepada jasa atau manfaat yan diberikan pekerja berdasarkan keahliannya. Ia tidak sependapat jika penentuan upah didasarkan pada batas taraf hidup yang paling rendah[10]

3.                  Modal
Modal dalam literatur fiqih disebut ra’sul mal yang merujuk pada arti uang dan barang. Modal merupakan kekayaan yang menghasilkan kekayaan lain. Pemilik modal harus berupaya memproduktifkan modalnya, dan bagi yang tidak mampu menjalankan usaha, Islam menyediakan bisnis alternatif yaitu mudarabah,musyarakah,qordul hasan, dan lain-lain. Seorang muslim dianjurkan agar mempekerjakan orang lain agar saling menguntungkan.
Islam telah mempunyai pedoman terhadap modal salah satu faktor produksi antara lain[11]:
1)      Islam mengharamkan penimbunan dan menyuruh pembelanjaan. Dan menyuruh harta yang belum produktif agar segera diputarkan.
2)      Diharamkannya peminjaman modal dengan menggunakan bunga
3)      Islam mengharamkan penguasaan dan pemilikan modal selain dari cara-cara yang diizinkan syari’at
4)      Tidak boleh menggunakan modal produksi secara boros
5)      Upah buruh dibayar secara adil
6)      Islam mewajibkan zakat atas harta simpanan
7)      Nilai sosial seseorang diukur dengan taqwa kepada Allah swt bukan diukur dengan harta (QS. Alhujurat :13)

4.                  Tenaga organisasi (manajemen)
Islam melaksanakan manajemen mencari keuntungan, tetapi menolak pendirian perusahaan apabila tidak berdasarkan asas “sama-sama menerima untung dan rugi” agar penghidupan perekonomian berjalan atas landasan-landasan yang sehat, yang tidak menimbulkan kegoncangan ataupun krisis. Menurut Islam ada beberapa ciri manajemen yaitu, mengikuti perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, menjadi orang yang tekun bekerja,menjadi seorang rabbani[12]

E.                 PRINSIP PRODUKSI
Beberapa prinsip yag harus diperhatikan dalam produksi adalah :
a.                      Berproduksi Dalam Lingkungan Halal
Dalam sistem Ekonomi Islam tidak semua barang dapat diproduksi dan dikonsumsi. Karena dilarang memproduksi  dan memperdagangkan komoditas yang haram. Produk yang digunakan harus ada manfaat yang baik, tidak membahayakan bagi konsumsi, baik kesehatan dan moral.
Kenaikan volume produksi tidak akan dapat menjamin kesejahteraan masyarakat secara maksimum tanpa memperhitungkan mutu atau kualitas barang yang di produksi. Mutu harus baik dan tentu saja harus halal.

b.                  Menjaga Sumber Produksi
Kewajiban setiap muslim adalah memelihara lingkungan termasuk sumber – sumber produksi, dan tidak boleh berlebihan dalam mempergunakannya. Begitupun dengan tanah dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, harus dipergunakan dengan cara yang baik dan hemat, demi keberlangsungan semua generasi. Hilangnya hak tersebut merupakan hal yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Manusia wajib memakmurkan bumi di sertai penyiapan bagi generasi yang akan datang, bukan malah menguras demi kepentingan sesaat.

c.                   Tidak Menzalimi
Usaha apa saja yang mengarah pada penumpukan kekayaan dan kezaliman dikutuk oleh Allah. Islam mengharamkan penimbunan dan monopoli, riba serta eksploitasi ekonomi terhadab bawahan ataupun perempuan, karena hal tersebut dapat menimmbulkan inflasi dan menzalimi yang lain
d.                  Penetapan Harga
Harga diserahkan pada mekanisme pasar sesuai kekuatan pemerintah dan penawaran. Pemerintah boleh menggunakan kebijakan penetapan harga dalam kondisi khusus[13]. Ini diperlukan jika kebijakan itu dipandang lebih adil bagi rakyatnya. Yang menjadi pertanyaan,kapan ketidakadilan terjadi dipasar? Ketidakadilan dapat terjadi jika ada praktik monopoli atau pihak yang mempermainkan harga. Jika pasar tidak sempurna mengalami distorsi, baru pemerintah boleh melakukan kontrol dan menetapkan harga. Ada juga pakar yang mengatakan bahwa penetapan harga diperbolehkan pada barang yang dihasilkan oleh BUMN,seperti BBM,listrik,telepon,air bersih dan sejenisnya.[14]
Al-Qur’an  dan Hadits Rasulullah SAW memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi sebagai berikut[15]:
1.      Tugas manusia dimuka bumi sebagai khalifah Allah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya
2.      Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi. Menurut Yusuf Qardhawi, islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan pada penelitian,eksperimen, dan perhitungan. Akan tetapi Islam tidak membenarkan penuhanan terhadap hasil karya ilmu pengetahuan dalam arti melepaskan dirinya dari Al-Qur’an dan Hadits
3.      Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi pernah bersabda: “Kalian lebih mngetahui urusan dunia kalian”
4.      Dalam berinovasi dan bereksperimen,pada prinsipnya agama Islam menyukai kemudahan, menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat


KESIMPULAN
   Produksi adalah aktivitas menciptakan manfaat dimasa kini dan mendatang. Dan Pemahaman produksi dalam Islam memiliki arti sebagai bentuk usaha keras dalam pengembangan faktor-faktor sumber produksi yang diperbolehkan. Produksi yang di ciptakan haruslah bermanfaat bagi konsumennya yang menggunakan baik kesehatan dan juga moral.
Tujuan produksi yaitu menciptakan kemaslahatan (kesejahtaraan individu) dan kesejahteraan kolektif. Dalam Islam kesejahteraan ekonomi bukan diukur dengan uang,melainkan terdiri dari bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya produksi dan keikutsertaan sejumlah orang dalam proses produksi.
Faktor produksi yaitu sumber daya alam,tenaga kerja,modal dan manajemen. Dalam Islam tenaga kerja tidak boleh lepas dari moral atau etika. Seorang mukmin harus kuat, baik secara fisik maupun mental, sehingga perilakunya tidak merugikan orang lain.Adapun hak tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi adalah mendapatkan upah.
Adapun prinsip produksi dalam islam yaitu berproduksi dalam lingkungan halal, harus menjaga sumber produksi, tidak mengandung unsur menzalimi, dan juga penetapan harga produksi melalui mekanisme pasar.
DAFTAR PUSTAKA

An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Islam Alternatif, alih bahasa Magfur Wahid, Surabaya: Risalah Gusti,tt
Chapra M.Umar, Islam dan Tantangan Ekonomi, alih bahasa Ikhwan Abidin Basri Jakarta: Gema Insani Press, Tazkiah Institute, 2000
Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, alih bahasa Ikhwan Abidin Basri, Jakarta: PT Raja Grafindo,2005
Diana Ilfi Nur, Hadis-Hadis Ekonomi, Malang: UIN Malang Press, 2008
Husain Abdul,Ekonomi Islam,Prinsip,Dasar,Tujuan, Yogyakarta: Magistra Insani Press, 2004
Khaldun Ibnu , Muqaddimah, Kairo: Al-Maktabah,1930
Lubis Ibrahim, Ekonomi Islam Suatu Pengantar II, Jakarta: Kalam Mulia,1995
Nasution Mustafa Edwin,dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana Media Group,2007
WS Indrawan , Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini, Jombang: Lintas Media,1999


[1] Ibnu Khaldun, Muqaddimah, (Kairo: al-Maktabah,1930). Hal.35

[2] Indrawan WS, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini, (Jombang: Lintas Media,1999). Hal.239

[3] Abdul Husain,Ekonomi Islam,Prinsip,Dasar,Tujuan, (Yogyakarta: Magistra Insani Press, 2004). Hal.161
[4] Ilfi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomi, (Malang: UIN Malang Press, 2008). Hal.38

[5] Ibid. Hal. 40
[6] M.Umar Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, alih bahasa Ikhwan Abidin Basri (Jakarta: Gema Insani Press, Tazkiah Institute, 2000). Hal.12

[7] Mustafa Edwin Nasution,dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Media Group,2007). Hal.104

[8]Ibid. Hal.107

[9]  Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar II, (Jakarta: Kalam Mulia,1995), hlm.304
[10] An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Islam Alternatif, alih bahasa Magfur Wahid, (Surabaya: Risalah Gusti,tt), hal.104
[11] Ibrahim Lubis, Op. Cit.,hal.312

[12] Ibid, hal.316-318
[13] Ilfi Nur Diana, Op. Cit,.hal. 48-52

[14] Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, alih bahasa Ikhwan Abidin Basri, (Jakarta: PT Raja Grafindo,2005). Hal.44
[15] Mustafa Edwin Nasution, dkk, OP. Cit.,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar