Selasa, 26 Juni 2012

teori pemungutan pajak


TEORI-TEORI PEMUNGUTAN PAJAK

A.                PENDAHULUAN
Bab ini akan mengemukakan asas-asas ataupun teori-teori pemungutan pajak dan alasan-alasan yang menjadi dasar bagi fiskus suatu negara sehingga menyebabkan fiskus/negara yang bersangkutan merasa punya wewenang untuk memungut pajak dari penduduk wilayahnya. Dengan kata lain apakah yang menjadi dasar fiskus suatu negara sehingga fiskus tersebut berani mengambil harta atau penghasilan penduduknya, atau secara mudah dirumuskan apakah yang menjadi pembenaran dari pemungutan pajak? Juga akan disajikan prinsip-prinsip pemungutan pajak secara umum yang dikemukakan beberapa pakar.
Untuk mendapatkan pembenaran pemungutan pajak, maka dalam hukum pajak telah timbul beberapa teori yang termasuk dalam pemungutan pajak menurut falsafah hukum.

B.                 TEORI-TEORI PEMUNGUTAN PAJAK
1.      Teori Asuransi
Negara dalam melaksanakan tugasnya, mencakup pula tugas melindungi jiwa raga dan harta benda perseorangan.   Oleh sebab itu negara disamakan dengan perusahaan asuransi,untuk mendapat perlindungan warga negara membayar pajak sebagai premi. Teori ini sudah lama ditinggalkan dan sekarang praktis tidak ada pembelanya lagi, sebab selain perbandingan ini tidak cocok dengan kenyataan, yakni  jika orang misalnya meninggal,kecelakaan atau kehilangan, negara tidak akan mengganti kerugian seperti halnya dalam asuransi. Disamping itu tidak ada hubungan langsung antara pembayaran pajak dengan nilai perlindungannya terhadap pembayaran pajak.[1]
2.      Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan masing-masing orang.  Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar. Teori ini juga mengandung kelemahan, oleh karena sangat menyimpang dari keadilan. Orang miskin mempunyai kepentingan yang lebih besar terhadap negara, misalnya dalam hal perlindungan dan pelayanan masyarakat. Tetapi,kemampuan mereka untuk membayar pajak tentu lebih rendah. Jadi,kalau pembayaran pajak didasarkan atas kepentingan,maka unsur keadilan akan terabaikan. Di samping itu,ukuran untuk kepentingan susah dirumuskan,sehingga susah pula dalam perhitungan pembebanan pajaknya. 
3.      Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya,artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.  Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatakan yaitu:
·         Unsur obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh  seseorang.
·         Unsur subyektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materil yang harus dipenuhi.
Contoh
                                                Tuan A                        Tuan B
 

            Penghasilan/bulan                   Rp 2 Juta                     Rp 2 Juta
            Status                                      menikah dengan          bujangan
                                                            3 anak
Secara obyektif PPh untuk tuan A sama besarnya dengan tuan B, karena mempunyai penghasilan yang sama besarnya.
Secara subyektif PPh untuk tuan A lebih kecil dari pada tuan B,karena kebutuhan materil yang harus dipenuhi tuan A lebih besar
Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan kriteria,selain besarnya penghasilan,juga kekayaan dan pengeluaran negara.

4.      Teori Bakti (kewajiban pajak mutlak)
 Teori ini hanya mengatakan bahwa pajak merupakan hak dari negara. Orang-orang tidak dapat berdiri sendiri-sendiri.  Mereka harus membentuk persekutuan (organisasi) yang kemudian menjelma menjadi negara. Sebagai persekutuan ia mempunyai hak terhadap warganya. Salah satunya adalah hak memungut pajak.  Di lain pihak,pajak merupakan tanda bakti warga kepada negara.
Dasar hukum dari pajak menurut teori ini adalah hubungan rakyat dengan negaranya. Dalam persekutuan tersebut ada aturan yang mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak. Salah  satu hak dari negara adalah memungut pajak. Hal ini tentu erat hubungannya dengan kewajiban yang harus dipenuhi negara.  Sebab untuk memenuhi kewajiban kenegaraann  yang diambil dari rakyat berupa pajak.[2]
5.      Teori Asas Daya Beli
 Dalam teori ini dikemukakan bahwa pajak dipungut atas dasar kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Menurut teori ini pajak hakikatnya adalah memungut daya beli dari masyarakat selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali kemasyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat.  Tujuannya adalah mengatur kehidupan masyarakat dan membawanya kearah tertentu.Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.[3]
6.      Teori Pembenaran Pajak menurut Pancasila
Pancasila mengandung sifat kekeluargaan dan gotong royong. Gotong royong lain daripada tolong menolong. Gotong royong adalah usaha yang dilakukan secara bersama,tanpa diberi imbalan,yang ditujukan untuk kepentingan umum atau kepentingan bersama,seperti membuat jalan umum,menjaga keamanan daerah, dan sebagainya. Tolong menolong yang juga merupakan kepribadian bangsa Indonesia, ialah secara sukarela dan ikhlas melakukan usaha/pekerjaan untuk orang lain yang sifatnya individual tanpa mengharapkan suatu imbalan dari orang lain yang dibantu.
Pajak adalah salah satu bentuk gotong royong yang tidak perlu diisyaratkan,melainkan sudah hidup dalam masyarakat Indonesia yang hanya perlu dikembangkan lebih lanjut. Kekeluargaan yang juga merupakan sifat pancasila, mengandung arti bahwa setiap anggota keluarga berdasarkan hakikat kekeluargaan mempunyai kewajiban untuk ikut membantu, mempertahankan, melangsungkan hidup keluarga, dan menjaga nama baik keluarga tanpa mendapatkan suatu imbalan, melainkan hanya melakukan pengorbanan saja.
Pembayaran pajak dalam rangka pemikiran ini merupakan sesuatu yang tidak sukar diberikan pembenarannya. Gotong royong/pajak tidak lain daripada pengorbanan setiap anggota keluarga (anggota masyarakat) untuk kepentingan keluarga (bersama) tanpa mendapatkan imbalan. Jadi berdasarkan pancasila, pumungutan pajak dapat dibenarkan karena pembayaran pajak dipandang sebagai uang yang tidak keluar dari lingkungan masyarakat tempat wajib pajak hidup. Jadi, akhirnya untuk diri sendiri, untuk kesejahteraan sendiri,untuk masyarakat sendiri.[4]
7.      Teori Pembangunan
Untuk Indonesia pembenaran pemungutan pajak adalah untuk pembangunan. Dalam kata pembangunan terkandung pengertian tentang masyarakat yang adil, makmur, sejahtera lahir batin, yang jika dirinci lebih lannjut akan meliputi semua bidang dan aspek kehidupan seperti ekonomi, hukum,pendidikan sosial budaya dan seterusnya.
Karena dana yang dipungut yang berasal dari pajak dipergunakan untuk pembangunan yang membuat rakyat menjadi lebih adil, lebih makmur dan lebih sejahtera, maka disinilah letak pembenarannya. Pajak dipergunakan untuk pembangunan, sehingga dapatlah dikatakan adanya suatu teori pembangunan disamping teori daya beli dan teori lainnya.[5]

C.                ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
Terdapat tiga asas pemungutan pajak
a.       Asas domilsili (Asas Tempat Tinggal)
Asa ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri.  Setiap wajib pajak yang berdomisili atau  bertempat tinggal di wilayah indonesia (Wajib Pajak Dalam Negeri) dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Contoh
Tuan Akbar bertempat tinggal di Indonesia dalam jangka waktu tertentu, yang menurut peraturan perpajakn Indonesia telah memenuhi ketentuan sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri. Pada tahun 2007 Tuan Akbar memperoleh panghasilan dari Indonesia sebesar Rp 50.000.000 dan dari luar negeri sebesar Rp 75.000.000. penghasilan Tuan Akbar yang dikenakan pajak di Indonesia pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 125.000.000.
b.      Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber diwilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Setiap orang yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya tadi.
            Contoh
            Nomura adalah warga negara Jepang yang pada bulan Juli 2007 memperoleh penghasilan dari Indonesia sebesar Rp 100.000.000 dan dari negara lain sebesar Rp 50.000.000. Menurut peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia, Nomura buan Wajib Pajak Dalam Negeri.  Oleh karena itu, penghasilan Nomura yang dikenakan pajak di Indonesia pada bulan Juli 2007 adalah hanya penghasilan yang bersumber dari Indonesia saja yaitu sebesar Rp 100.000.000
c.       Asas Kebangsaan
Asas menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu  negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang bukan berkebangsaan indonesia tetapi bertempat tinggal di Indonesia.[6]
d.      Asas Yuridis
Asas ini mengemukakan supaya pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang. Untuk Indonesia hal ini sesuai dengan delapan kata yang tercantum dalam pasal 23 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.
e.       Asas Ekonomis
Asas ini menekankan supaya pemungutan pajak jangan sampai menghalang-halangi produksi dan perekonomian rakyat.( contoh)
f.       Asas Finansial
Asas ini menekankan supaya biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memungut pajak haruslah jauh lebih rendah daripada jumlah pajak yang terpungut.[7]
D.                PRINSIP-PRINSIP PEMUNGUTAN PAJAK
Menurut Adam Smith
a)      Equality
Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya dibawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equity ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi diantara sesama wajib pajak. Dalam keadaan yang sama wajib pajak harus diperlakukan sama dan dalam keadaan berbeda wajib pajak harus diperlakuan berbeda
b)      Certainty
Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi.  Dalam asa ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya.
c)      Convenience of payment
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak,yaitu saat sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak.
d)     Economic of collections
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin,jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri.karena tidak ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh.

Menurut E.R.A. Seligman
a)      Fiscal
Prinsip fiscal berhubungan dengan dua hal, yakni: edequacy (kecukupan) dan elasticty (keluwesan), artinya bahwa pemungutan pajak harus dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan pengeluaran negara dan harus pula cukup elastis dalam menghadapi berbagai tantangan, perubahan serta perkembangan kondisi perekonomian
b)      Administrative
Prinsip administrative meliputi prinsip certainty,convenience, dan economy. Prinsip certainty dari Seligman pada dasarnya sama dengan prinsip certainty (kepastian) dari Adam Smith, yakni bahwa ketentuan-ketentuan dalam undang-undang perpajakan haruslah jelas. Ketidak jelasan dalam undang-undang perpajakan oleh Seligman dikatakan sebagai suatu undang-undang yang buruk.
Prinsip Convenience berhubungan dengan pernyataan-pernyataan tentang bagaimana pajak itu dibayar,kapan harus dibayar,kemana harus dibayarkan dan dalam kondisi yang bagaimana pajak itu dibayar.
Prinsip Economy, sama dengan prinsip Efficiency  dari Adam Smith yakni bahwa biaya-biaya untuk memungut pajak harus lebih rendah daripada yang dipungut.
c)      Economic
Prinsip ketiga dari Seligman adalah prinsip Economic, yang dijabarkannya dalam dua prinsip, yakni Innocuity dan Efficiency. Yang dimaksud dengan prinsip Innocuity  adalah bahwa hendaknya proses pemungutan pajak tidak menimbulkan hal-hal yang destruktif, artinya beban pajak yang dipikul oleh warga wajib pajak jangan sampai menghalang-halangi perekonomian bangsa, menghambat produksi atau mencegah investasi.
Prinsip Efficiency dimaksudkan supaya sistem perpajakan suatu negara mampu untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan. Artinya sistem perpajakan itu secara praktis dapat dengan mudah dilaksanakan, sehingga penerimaan yang diharapakan dari pajak dapat tercapai.
d)     Ethical
Prinsip ethical meliputi Uniformity,menggambarkan kesamaan, perlakuan yang sama terhadap para pembayar pajak, dan Universality  yang menghendaki perlakuan yang sama  terhadap semua wajib pajak. Pembebasan pajak yang diberikan oleh undang-undang harus meliputi semua wajib pajak dan tidak boleh hanya ditujukan atau dinikmati oleh segolongan wajib pajak saja,baik berdasarkan suku,ras,agama, kelas maupun kebangsaan.

Menurut Fritz Neumark
a)      Revenue Productivty
                 Prinsip ini menurut Fritz Neumark,menyangkut dua hal yakni,the principle of adequancy adalah bahwa sistem perpajakan nasional seharusnya dapat menjamin penerimaan negara untuk membiayai semua pengeluaran, sedangkan yang dimaksud dengan principle of adaptability adalah hendaknya sistem perpajakan bersifat cukup fleksibel untuk menghasilkan penerimaan tambahan bagi negara,apabila terjadi kebutuhan-kebutuhan mendadak negara seperti adanya bencana alam nasional, tanpa menimbulkan kegoncangan dalam bidang ekonomi rakyat.
b)      Sosial Justice
                 Suatu sistem perpajakan yang baik hendaknya memperhatikan keadilan sosial,yaitu suatu sistem perpajakan yang memperhatikan the principle of universality,the equality principle (orang-orang yang berada dalam kedudukan dan posisi ekonomi yang sama harus menanggung utang yang sama pula),the ability to pay principle(jumlah beban pajak dipikul oleh individu sesuai dengan kemampuannya untuk memikul beban pajak itu,dengan memperhatikan semua sifat-sifat yang melekat pada individu yang bersangkutan sedemikian rupa,sehingga kerugian yang timbul sebagai akibat pengenaan pajak akan menjadi sama,dan principle of redistribution adalah distribusi beban pajak diantara penduduk harus mempunyai akibat untuk memperkecil perbedaan penghasilan dan kekayaan yang disebabkan oleh mekanisme pasar bebas.
c)      Economic Goals
                 Pajak dipergunakan sebagai alat membantu mencapai tujuan-tujuan ekonomi. Dengan kebijaksanaan fiskal,kegiatan ekonomi dapat lebih dipacu,atau untuk memperlunak akibat-akibat yang terjadi pada masa resesi. Hal ini dapat tercapai dengan cara merubah tarif pajak maupun dasar pengenaan pajak yang berdampak pada pelunakan dalam siklus fluktuasi harga,pengangguran dan produksi.(menjadi kebijaksanaan fiskal)
d)     Ease of Administration and Compliance
                 Suatu sistem perpajakan yang baik haruslah mudah dalam administrasinya dan mudah pula untuk mematuhinya. Prinsip ini terinci dalam 4 persyaratan yakni dapat dipahami,tidak menimbulkan keragu-raguan atau penafsiran yang berbeda,tetapi harus menimbulkan kejelasan. Undang-undang perpajakan tidak boleh sering berubah dan apabila terjadi perubahan,perubahan tersebut haruslah dalam konteks pembaharuan undang-undang perpajakan secara umum dan sistematis. Biaya-biaya penghitungan,penagihan dan pengawasan pajak harus pada tingkat serendah-rendahnya dan konsisten dengan tujuan-tujuan pajak yang lain. Pembayaran pajak harus sedapat mungkin tidak memberatkan wajib pajak. Pemerintah biasanya memperbolehkan pembayaran utang pajak dalam jumlah besar secara angsuran dan memberikan jangka waktu yang cukup  untuk penundaan pengembalian SPT.
Menurut GBHN  tahun 1998
a)      Peningkatan penerimaan yang sama dengan prinsip fiscal dan revenue productivty
b)      Terkendali,terarah dan efisien yang sama dengan kaidah efficiency
c)      Keadilan,sama dengan equality
d)     Kemampuan,sama dengan ability to pay principle
e)      Prosedur yang terus disempurnakan,sama dengan ease of compliance
f)       Aparatur perpajakan yang mampu dan bersih sama dengan ease of administration dan  efficiency
g)      Semua jenis pungutan dan pajak harus didasarkan atas peratuaran perundang-undangan,sama dengan asas yuridis[8]

E.                 KESIMPULAN
Dalam pemungutan pajak dikenal beberapa teori yang berdasarkan falsafah yaitu teori asuransi,teori kepentingan,teori bakti,teori daya pikul,teori daya beli,teori pembangunan,dan teori pembenaran pemungutan pajak menurut pancasila.
Adapun asas dalam pemungutan pajak mencakup asas domisili/tempat tinggal,asas sumber, asas kebangsaan, asas yuridis,asas ekonomis dan asas finansial. Terdapat banyak prinsip-prinsip dalam pemungutan pajak yang dikemukakan oleh beberapa pakar. Salah satu yang dikemukakan oleh Adam Smith yaitu supaya tekanan pajak diantara subjek pajak masing-masing hendaknya dilakukan seimbang dengan kemampuannya,yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya dibawah perlindungan negara. Adanya perbandingan perbedaan prinsip pemungutan pajak, yang ikhtisarnya harus mengarah kepada kebijakan fiskal yang memperhatikan prinsip transparansi,disiplin,keadilan,efisiensi,dan efektifitas.
DAFTAR PUSTAKA

Erly Suandy ,Hukum Pajak, Yogyakarta: Salemba Empat, 2000.
Mardiasmo,Perpajakan, Yogyakarta:  Andi Offset,2003.
Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan I, Bandung: Refika Aditama,1998.
Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, Jakarta: Granit, 2003.
Siti Resmi, Perpajakan:Teori dan Kasus, Jakarta:Salemba Empat,2009.
Soemarso, Perpajakan Pendekatan Komprehensif, Jakarta: Salemba Empat ,2007



[1] Erly Suandy,Hukum Pajak,(Yogyakarta: Salemba Empat, 2000),hlm.19-20
[2] Soemarso,Perpajakan Pendekatan Komprehensif,(Jakarta: Salemba Empat ,2007 ) hlm.3-4.
[3] Mardiasmo,Perpajakan,( Yogyakarta: Andi Offset,2003), hlm.3-4.
[4] Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan I, (Bandung: Refika Aditama,1998), hlm.31-32
[5] Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, (Jakarta: Granit, 2003), hlm. 79.
[6] Siti Resmi,Perpajakan:Teori dan Kasus,(Jakarta:Salemba Empat,2009).hlm.10-11.
[7] Safri Nurmantu, Op. Cit., hlm. 79.
[8] Safri Nurmantu, Op. Cit., hlm. 82-97.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar